Alyumnaa~ Alhamdulillah wasyukru ' ala ni'amillah Washolatu wassalamu'ala Sayyidina wa Maulaanaa Muhammad wa ' alaa Aalihii wa Sohbihiina ajma'in. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT..Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita baginda alam nabiyyana wa habibana Muhammad shollallahu' alaihi wasallam beserta keluarganya sahabatnya dan kepada kita selaku ummatnya.Amiiin ya Rabbal'alamin.
Mengingat akan dhoif (lemah)nya keimanan dan miskinnya pengetahuan penulis serta kehausan akan ilmu agama Islam yang begitu luas Penulis ingin senantiasa terus mempelajari ilmu agam Islam secara mendasar dan mendalam. Namun tidaklah mungkin seorang yang dhoilf dan jahil ini mempu.mempelajari dan menafsirkan kalam-kalam Rasulullah (Hadist) apalagi kalam Rabbani( Al-Qur'an).
Oleh karena itu penulis yang insya Allah Taqlid kepada Imam Syafi'i dan memegang teguh tekad Ahlussunna wal Jama'ah bahwasanya Tekad Ahlussunah wal Jama'ah memegang teguh empat pedoman atau empat mata yang akan memberikan petunjuk menuju tata peribadahan yang sesuai dengan syari'at yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Keempat Mata yang diyakini dan dipegang teguh oleh Ahlussunnah wal Jama' ah yaitu terdiri dari 2 mata Jhohir yakni Al- Qur'an dan Hadist Rasul dan 2 Mata Bathin yakni Ijma' Ulama dan Qiyash Ulama.
Oleh karena itu pula Para Ulama Mutaqoddimin (terdahulu) Para Ulama Salafus Shalih yang sangat ahli dalam menggali hukum dalam Al-Qur'an dan Hadits. banyak sekali mebuat rumusan-rumusan dan penafsiran2 hukum-hukum yang meliputi segala sendi kehidupan umat islam yang begitu luas dan kompleks (yang tidak dijelaskan secara terperinci dalam Al- Qur'an maupun Hadist ) yang tentunya tidak terlepas dari Al- Qur'an dan Hadist. yang mana telah sesuai dengan kesepakatan Para Ulama lalu menuangkannya dalam kitab-kitab yang kemudian pada akhirnya berkat jasa dari pada Para Wali Songo kitab2 itu telah sampai ke Nusantara yang dahulu sebagian besar beragama Hindu dan Budha dan Alhamdullillah para wali songo mampu mengislamkan nusantara tercinta kita ini.
Dan kini Indonesia menjadi negara muslim terbesar di dunia. Kitab-kitab rumusan Para Ulama itu masih tetap eksis dan dipakai bahkan menjadi bahan pembelajaran paling utama di dunia pesantren dan madrasah. Kitab-kitab klasik itu hadir di sekeliling kita dan dikenal dengan nama "Kitab Kuning". Kenapa dinamakan dan dikenal dengan Kitab Kuning?. Karena Kitab-kitab klasik itu ditulis diatas kertas berwarna kuning dengan gaya penulisan arab gundul yang khas dan klasik. Dan pada akhirnya Penulis pun mengambil Kitab Kuning sebagai sarana dan referensi menimba Ilmu Agama Islam karena Penulis yakin bahwa Kitab Kuning lebih kompleks dan akurat karena Ulama.Pengarang.Kitab adalah Ulama Mutaqaddimin yang lebih dekat dengan Zaman Rasul dan Shahabat dibanding dengan buku- buku karangan Profesor atau master agama akhir zaman (tanpa bermaksud meremehkan atau mengecilkan).
Penampilannya tidak kalah menariknya dengan penampilan buku-buku yang selain memakai bahasa Arab, seperti kitab-kitab yang dicetak dari percetakan Dar al Kotob Al Ilmiyah, Beirut Lebanon dan Al Haramain Surabaya. Kitab baru yang sudah masuk dalam kategori kitab kuning contohnya "Fiqhul Islam" terbitan 1995. Sedangkan kitab kuning tulisan ulama Indonesia di antaranya kitab "Sirojul Tholibbin". Kitab yang memperjelas kitab "Minhajul Abidin" karya Imam al-Ghazali itu ditulis Syaikh Ikhsan dari Pondok Pesantren Jampes, Kediri. "Sirojul Tholibbin" hingga kini menjadi bacaan wajib di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Contoh kitab kuning dari ulama Indonesia lainnya adalah kitab "Sullamut Taufiq" karya Imam Nawawi dari Banten, yang bertarikh 1358 (Majalah Tempo Interaktif, 2009). Sebenarnya warna kuning itu hanya suatu kebetulan saja, lantaran zaman dahulu barang kali belum ada jenis kertas seperti zaman sekarang yang putih warnanya. Mungkin di masa lalu yang tersedia memang itu saja. Juga dicetak dengan alat cetak sederhana, dengan tata letak dan lay-out yang monoton, kaku dan cenderung kurang nyaman dibaca. Bahkan kitab-kitab itu seringkali tidak dijilid, melainkan hanya dilipat saja dan diberi cover dengan kertas yang lebih tebal (kurasan).
Untuk sekarang, kitab-kitab tersebut sudah banyak yang dicetak dengan memakai kertas putih dan dijilid dengan rapi namun sebagian tetap dicetak dengan kertas warna kuning. Istilah kitab kuning bertujuan untuk memudahkan orang dalam menyebut. Sebutan “kitab kuning” ini adalah ciri khas Indonesia. Ada juga yang menyebutnya, “kitab gundul”. Ini karena disandarkan pada kata per kata dalam kitab yang tidak berharakat, bahkan tidak ada tanda baca dan maknanya sama sekali. Tidak seperti layaknya kitab-kitab sekarang yang sudah banyak diberi makna dan harakat sampai catatan pinggirnya. Istilah “kitab kuno” juga sebutan lain untuk kitab kuning. Sebutan ini mengemuka karena rentangan waktu yang begitu jauh sejak kemunculannya dibanding sekarang. Karena saking kunonya, model kitab dan gaya penulisannya kini jarang lagi digunakan kecuali di pesantren yang masih kental dengan nilai-nilai kesalafan seperti pondok Lirboyo, Sarang, Ploso dan APIS Blitar. Meski atas dasar rentang waktu yang begitu jauh, ada yang menyebutnya dengan sebutan “kitab klasik” (al-kutub al-qadimah). Secara umum, kitab kuning dipahami oleh beberapa kalangan sebagai kitab referensi keagamaan yang merupakan produk pemikiran para ulama pada masa lampau (al-salaf) yang ditulis dengan format khas pra-modern, sebelum abad ke-17-an M. Untuk lebih detail lagi, kitab kuning dapat didefinisikan dengan tiga pengertian: Pertama, kitab yang ditulis oleh ulama-ulama asing, tetapi secara turun-temurun menjadi referensi yang dipedomani oleh para ulama Indonesia. Kedua, ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang independen. Dan ketiga, ditulis ulama Indonesia sebagai komentar atau terjemahan atas kitab karya ulama asing. Dalam tradisi intelektual Islam, khususnya di Timur Tengah, dikenal dua istilah untuk menyebut kategori karya-karya ilmiah berdasarkan kurun atau format penulisannya (Rifqi, 2012). Kategori pertama disebut kitab-kitab klasik (al-kutub al-qadimah) , sedangkan kategori kedua disebut kitab-kitab Modern (al-kutub al-‘ashriyah). Perbedaan yang pertama dari yang kedua dicirikan, antara lain, oleh cara penulisannya yang tidak mengenal pemberhentian, tanda baca (punctuation) dan kesan bahasanya yang berat, klasik, dan tanpa syakl (harakat).
Apa yang disebut kitab kuning pada dasarnya mengacu pada kategori yang pertama, yakni kitab-kitab klasik (al-kutub al-qadimah). Dalam perjalanannya menimba Ilmu penulis mencoba menuangkan kembali apa.yang telah penulis pelajari dalam sebuah blog yang diberi nama " Alyumnaa ". Menyadari banyaknya kekurangan dalam diri, penulis berharap masukkan dan koreksi dari para Ulama dan Kiyai apabila terdapat kesalahan dan ketidaksesuaian dalam blog ini.
Penulis berharap Blog ini akan menjadi saksi di Yaumil akhir akan semua kebaikan para ulama pengarang kitab kuning dan menjadikannya.sebab penghapus dosa-dosa penulis. Dan semoga tulisan ini ada manfa'atnya khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca sekalian. Amin ya Robbal' alamiin. Wassalam.